Insulasi termal mengacu pada berbagai bahan dan teknik yang digunakan untuk membatasi aliran energi panas, sehingga mempertahankan perbedaan suhu antara ruang-ruang yang berdekatan. Peran utamanya adalah meningkatkan efisiensi energi, menjamin stabilitas proses, meningkatkan keselamatan, serta memberikan kenyamanan di berbagai industri. Ilmu di baliknya melibatkan upaya menghambat tiga cara perpindahan panas: konduksi (melalui bahan padat atau fluida statis), konveksi (melalui fluida atau gas yang bergerak), dan radiasi (melalui gelombang elektromagnetik). Bahan insulasi mencapai hal ini melalui struktur yang mengandung udara diam atau gas lain dalam matriks berpori, berserat, atau seluler, karena udara diam merupakan penghantar panas yang buruk (nilai-k ~0,026 W/m·K). Kinerjanya diukur berdasarkan konduktivitas termal (nilai-k), dengan bahan insulasi bangunan umum seperti EPS, XPS, dan wol mineral berkisar antara 0,030 hingga 0,040 W/m·K. Hambatan total terhadap aliran panas dijelaskan oleh nilai-R, yaitu ketebalan dibagi nilai-k. Pertimbangan utama dalam pemilihan insulasi termal melampaui nilai-R dan mencakup faktor-faktor seperti kinerja terhadap api (kemudahan terbakar, toksisitas asap), ketahanan terhadap kelembapan (yang dapat sangat menurunkan kinerja jika terserap), stabilitas dimensi, kekuatan mekanis, dan daya tahan sepanjang masa pakai produk. Dalam bangunan, insulasi merupakan komponen penting dari envelope bangunan, bekerja bersama-sama dengan penghambat udara dan uap air untuk menciptakan lingkungan yang nyaman, tahan lama, dan hemat energi. Dalam konteks industri, insulasi menghemat energi pada pipa dan bejana, melindungi personel dari luka bakar, serta menjaga suhu proses. Pengembangan insulasi termal yang sedang berlangsung berfokus pada peningkatan kinerja melalui nanoteknologi (misalnya aerogel), peningkatan keberlanjutan melalui bahan berbasis hayati dan bahan daur ulang, serta peningkatan multifungsi, seperti integrasi material perubahan fasa untuk massa termal.